
Hasil studi terbaru yang dilakukan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), badan PBB yang terkemuka dalam hal tenaga kerja global, mengungkapkan bahwa AI generatif lebih cenderung melengkapi pekerjaan yang sudah ada daripada mengambil alih sepenuhnya.
Penelitian yang dirilis pada tanggal (21/8) ini menyoroti dampak AI generatif terhadap berbagai pekerjaan administratif.
Menurut ILO, 24% dari tugas-tugas administrasi saat ini dianggap sangat rentan terhadap otomatisasi penuh, sedangkan 58% lainnya memiliki tingkat paparan otomatisasi yang lebih moderat. “3,7 persen dari semua pekerjaan di dunia adalah pekerjaan yang berpotensi dapat diotomatisasi dengan teknologi AI generatif,” jelas laporan tersebut.

Peran-peran seperti juru ketik, konsultan perjalanan, teller bank, pegawai pusat kontak, pegawai pembukuan dan pemasukan data, resepsionis hotel, dan sekretaris adalah yang paling berisiko mengalami dampak signifikan dari AI generatif.
Baca juga: AI dan Bitcoin Bersatu untuk Menggelar Acara Teknologi
Dalam laporan ini juga ditemukan bahwa dampak otomatisasi oleh AI lebih mungkin terasa di negara-negara berpenghasilan tinggi dengan persentase sekitar 5,5%, dibandingkan dengan negara berpenghasilan rendah yang hanya sekitar 0,4%.
Penelitian ILO ini juga menyoroti masalah kesenjangan gender dalam pengaruh AI pada pekerjaan administratif. Dengan keterwakilan yang lebih tinggi dalam peran administratif, perempuan mungkin lebih berisiko terkena dampak negatif dari otomatisasi AI generatif.
Penelitian ILO terhadap AI generatif ini berfokus pada aplikasi chatbot, termasuk ChatGPT dari OpenAI dan Bard dari Google, yang semakin banyak digunakan dalam berbagai industri untuk mengotomatisasi tugas-tugas administratif dan interaksi dengan pelanggan.
Studi ILO menggarisbawahi pentingnya penyesuaian pekerjaan terhadap perkembangan teknologi AI generatif, sambil menunjukkan perlunya upaya mitigasi dampak sosial dan ekonomi yang mungkin timbul. [RH]